ANALISA KASUS KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ADENO CA PARU

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

 

 

  1. LATAR BELAKANG MASALAH

 

Kanker paru adalah jenis tumor ganas yang berasal dari mukosa atau kelenjar pada bronkus. Tingkat morbiditas dan mortalitasnya menempati urutan pertama di dunia. Berdasarkan data statistik yang ada, di antara seluruh jenis kanker yang menyerang kaum pria, kanker paru menempati urutan pertama, tetapi mordibitasnya pada kaum wanita saat ini semakin meningkat.

Persentase pasien yang didiagnosa positif kanker paru-paru terus meningkat setiap tahunnya. Pada hakikatnya, penyakit kanker paru-paru meluas dan berkembang jauh lebih cepat dibandingkan jenis kanker lainnya. Menurut statistik, kanker paru-paru adalah salah satu kanker yang paling umum di seluruh dunia, dengan tingkat kematian yang tinggi. di seluruh Dunia setiap 30 detik seseorang meninggal karena kanker paru-paru, dimana terdapat 1,2 juta kasus baru setiap tahun. Hal ini dihubungkan dengan jumlah perokok laki-laki dewasa sebesar 66% dari jumlah keseluruhan pada tahun 2010 di Indonesia. ini adalah permasalahan yang disebabkan oleh rokok.

Statistik di AS menunjukkan bahwa operasi kanker paru-paru sebagian atau secara menyeluruh, sekitar 10,7 persen pasien meninggal dalam waktu 30 hari setelah operasi, jika periode pengamatan diperpanjang satu tahun, angka kematian akan lebih tinggi. Bahkan mereka yang mampu bertahan mengalami gejala dyspnea (Asian Cancer 2016).

Kanker paru stadium awal biasanya ditandai dengan penyakit pada pernafasan. Jika sudah muncul gejala secara klinis, biasanya penyakit sudah memasuki tahap lanjut, karena itu, gejala awal kanker paru perlu diwaspadai. Semakin cepat terdeteksi dan diobati, hasil pengobatan juga akan semakin efektif.
Kanker paru memiliki dua tipe yang sangat berbeda cara tumbuh dan penyebarannya dalam tubuh. Jenis yang pertama adalah small cell lung cancers atau kanker paru sel kecil (SCLC) dan non-small cell lung cancer (NSCLC).

Pasien biasanya baru diketahui mengidap kanker paru ketika sudah berada di stadium 3 atau 4, yang artinya sudah mendekati stadium akhir. Kanker yang sudah masuk stadium lanjut pada umumnya juga sudah menyebar ke organ-organ lain. Padahal, jika ditemukan di stadium awal, sekitar 40-50 persen pasien dapat bertahan hidup sampai 5 tahun. Tetapi untuk yang sudah memasuki stadium lanjut, kisarannya hanya 1-5 persen dan kankernya tidak bisa dioperasi.

Adenokarsinoma paru tercatat terjadi sekitar 30%- 45% dan nampaknya akan terus mengalami peningkatan. Kasus adenokarsinoma paru biasanya terjadi pada organ paru dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria, dengan kecenderungan metastasis pada area awal di sekitar nodus limfa dan otak. Penderita adenokarsinoma paru biasanya memiliki riwayat penyakit paru interstitial kronis, seperti skleroderma, penyakit reumatoid, sarkoidosis, pneumonitis interstitial, tuberkolosis, infeksi paru berulang atau penyakit paru yang disertai nekrosis.

Dampak bio,psiko, social dan spiritual pada pasien yang menderita kanker paru akan mempengaruhi responnya terhadap proses perawatan dan pengobatan. Secara psikologis pasien umumnya merasa bosan dengan program pengobatan yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Dari segi fisik dan spiritual pasien akan merasa terganggu dengan adanya kelemahan fisik dalam beraktivitas dan menjalankan ibadah, disini peran penting seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh, bukan hanya aaspek fisik saja tetapi juga aspek spiritual pasien.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. TINJAUAN PUSTAKA DAN EVIDENCE BASE ADENO CA PARU

 

  1. Tinjauan Pustaka
  2. Pengertian

Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995). Kanker paru (karsinoma bronkogenik) merupakan tumor ganas paru-paru primer dari saluran nafas (Hood Alsagaff,kanker paru dan terapi paliatif,hal 64)

  1. Etiologi

Ada beberapa faktor dalam peningkatan insiden kanker paru : Merokok, radiasi., Kanker paru akibat kerja, Polusi udara, Genetik.

  1. Klasifikasi

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :

  • Karsinoma Bronkogenik.
  • Karsinoma epidermoid (skuamosa). Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus, cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
  • Karsinoma sel kecil. Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky,
  • Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).

Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.

  • Karsinoma sel besar. Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam.
  • Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

 

  1. Manifestasi klinis
    • Gejala awal.

Keluhan utama dapat berupa batuk, Sesak napas Suara serak, Sakit dada, Sulit / sakit menelan, Benjolan di pangkal leher, Sembab muka

  • Gejala umum.

Batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) Hemoptisis (Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi), Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

  • Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti : Berat badan berkurang, Nafsu makan hilang, Demam hilang timbul Sindrom paraneoplastik, seperti “Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy”, trombosis vena perifer dan neuropatia.

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.

Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

 

 

 

 

  1. Pemeriksaan diagnostic.
  • Radiologi

Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu ;

  1. Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner.
  2. CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
  • Pemeriksaan khusus
  1. Bronkoskopi
  2. Biopsi aspirasi jarum
  3. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)
  4. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)
  5. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)
  6. Torakoskopi medik
  7. Sitologi sputum

 

  1. Penatalaksanaan

1). Pembedahan

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLS. Luas reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi

  • Kemoterapi

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan beberapa tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Indikasi pemberian kemoterapai pada kanker paru ialah:

  1. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.
  2. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel (stage IIIB dan IV).
  3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil stage I, II, dan III yang telah dibedah.
  4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan.

3). Radioterapi

Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak dapaat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum paien tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan.

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru.

  1. Junal Penelitian / Evidence Base

 

KANKER PARU MERUPAKAN FAKTOR RISIKO TERJADINYA EFUSI PLEURA DI RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Agus Suprijono, Chodidjah, Agung Tri Cahyono

ABSTRAK

 

Insiden kanker paru meningkat di seluruh dunia, angka kematian akibat kanker paru meningkat dengan cepat. Kanker paru telah diketahui dapat menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura pada penyakit keganasan biasanya mempunyai prognosis yang buruk, dengan harapan hidup kurang dari satu tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kanker paru merupakan faktor risiko terjadinya efusi pleura di Rumah Sakit Dr. Moewardi, Surakarta periode 1 Januari – 31 Desember 2007. Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat inap pemyakit paru di bangsal paru di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta, periode 1 Januari 2007-31 Desember 2007 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 1264 orang. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data yang diambil berupa data sekunder dari catatan medik pasien rawat inap penyakit paru di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta. Analisis data yang digunakan adalah uji statistik rasio prevalensi. Pada penelitian ini, didapatkan 1264 sampel yang memenuhi kriteria, dikelompokkan menjadi 2 yaitu penderita kanker paru berjumlah 152 orang dengan 114 orang mengalami efusi pleura dan 38 pasien tidak mengalami efusi pleura, sedangkan kelompok bukan penderita kanker paru berjumlah 1112 orang dengan 93 pasien mengalami efusi pleura dan 1019 pasien tidak mengalami efusi pleura. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik rasio prevalensi, dari hasil perhitungan didapatkan nilai RP 11,25 sedangkan IK95% antara 1,057 sampai 1,187 selalu diatas 1. Berdasarkan uji statistik rasio prevalensi dapat disimpulkan bahwa kanker paru merupakan faktor risiko terjadinya efusi pleura, dimana risiko terjadinya efusi pleura 11,25 kali lebih besar pada penderita kanker paru.

METODE PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental, yaitu analitik observasional dengan pendekatan “cross sectional” karena semua variabel dikumpulkan pada waktu yang sama.

 

 

  1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah pasien rawat inap penderita penyakit paru di bangsal penyakit dalam rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta, periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2007. Sedangkan Sampel pada penelitian ini adalah total populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi 152 org.

  1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian diambil dari catatan medik pasien rawat inap penyakit paru di bangsal penyakit dalam rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta, periode 1 Januari 2007 sampai 31 Desember 2007.

 

  1. Cara Penelitian

Cara penelitian ini adalah dengan mengambil data sekunder dari catatan medik pasien rawat inap penyakit paru rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta pada periode 1 januari 2007 sampai 31 Desember 2007.

  1. Hasil penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat, prosentase jenis histopatologi yang terbanyak adalah jenis Adenokarsinoma yaitu sebesar 42,1 % dan jenis yang paling sedikit adalah Karsinoma epidermoid yaitu sebesar 11,8 %.

Berdasarkan hasil penelitian pada 1264 pasien di bagian rawat inap penyakit paru Dr. Moewardi Surakarta. Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu penderita kanker paru berjumlah 152 pasien dengan 114 pasien mengalami efusi pleura dan 38 pasien tidak mengalami efusi pleura, sedangkan kelompok non kanker paru terdapat 1112 pasien

Hal ini menunjukkan bahwa kanker paru merupakan faktor risiko terjadinya efusi pleura dimana risiko terjadinya efusi pleura 11,25 kali lebih besar pada penderita kanker paru.

Hal ini sesuai teori bahwa kanker paru dapat menimbulkan efusi pleura. Terjadinya efusi pleura pada kanker paru yaitu dengan menumpuknya sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein, adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan protein. Adanya gangguan reabsorbsi cairan pleura melalui obstruksi aliran limfe mediastinum yang mengalirkan cairan pleura parietal, sehingga terkumpul cairan eksudat dalam rongga pleura (Halim, 2001).

Dengan adanya kanker paru membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia yang dapat menyebabkan efusi pleura. Terjadi ketidakseimbangan, dalam hal ini terjadi penurunan protein plasma dalam arteri bronkiolus, vena bronkiolus, vena pulmonalis dan pembuluh limfe akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam cavum pleura, cairan akan terkumpul di dalam cavum pleura yang merupakan dasar dari terjadinya efusi pleura (Rab, 1999).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Kanker Paru Merupakan Faktor Resiko Terjadinya Efusi Pleura Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (1 Januari 2007 – 31 Desember 2007), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Kanker paru merupakan faktor risiko terjadinya efusi pleura.

 

  1. Prosentase jenis histopatologi yang terbanyak adalah jenis Adenokarsinoma dan jenis yang paling sedikit adalah Karsinoma epidermoid. Dari jenis-jenis histopatologi yang ada, Adenokarsinoma mengalami komplikasi efusi pleura terbanyak.

 

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT

CA PARU DI RS LABUANG BAJI MAKASSAR

TAHUN 2014

  1. Variabel utama dalam penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan penyakit Ca Paru. Kebiasaan merokok klasifikasinya terbagi dua yaitu merokok dan tidak merokok. Sedangkan penyakit Ca Paru diklasifikasikan menjadi dua juga yaitu menderita dan tidak menderita.
  2. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit Ca Paru di RS Labuang Baji Makassar Tahun 2014?
  3. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square.
  4. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan setiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti. Sedangkan analisis bivariat berfungsi untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen.

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit Ca Paru di RS Labuang Baji Makassar Tahun 2014 telah dilakukan selama kurang lebih dua minggu. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 133 koresponden. Setelah itu dilakukan pengolahan data untuk memperoleh suatu hasil penelitian. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 20. Selanjutnya hasil penelitian secara lengkap disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai berikut:

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 133 responden yang diteliti lebih banyak ditemukan yang tidak merokok yaitu sebanyak 102 orang (76,7%) dan yang merokok hanya sebanyak 31 orang(23,3%).

Hasil penelitian berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa dari 133 responden yang menderita penyakit Ca Paru terdapat 32 orang (24,1%) dan yang tidak menderita penyakit Ca Paru sebanyak 101 orang (75,9%).

 

  1. Pembahasan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN

 

 

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama :Tn.A
Jenis kelamin : laki – laki
Diagnosa medic : Adeno Ca Paru Dextra.
2 Riwayat kesehatan  

: Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan sebelum masuk RS disertai batuk-batuk, tidak berdahak. Keluhan disertai nyeri ulu hati terus-menerus dan bertambah bila beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Kadang batuk-batuk disertai darah, riwayat batuk-batuk lama (-) kontak dengan penderita batuk lama (-). Berat badan turun 8 kg dalam 3 bulan, nafsu makan berkurang dan nyeri dada menjalar ke dada kanan.

Klien kemudian berobat ke RS Mitra Keluarga Bekasi Timur dan dilakukan pemeriksaan cairan selaput paru dan didiagnosa Adenocarcinoma.

Klien dirujuk ke RSHS, saat pengkajian klien mengeluh nyeri dada dan terpasang WSD. Klien menyatakan belum tau persis apa penyakitnya dan merasa khawatir, putus asa dan merasa penyakitnya sangat berat karena sudah berobat sekian waktu kondisinya tidak membaik. Pasien juga makin khawatir putus asa dan merasa penyakitnya sangat berat karena sudah berobat sekian waktu kondisinya tidak membaik. Pasien juga makin khawatir karena sehari sebelumnya pasien direncanakan menjalani kemoterapi. Pasien membayangkan temannya yang menjalani hamper 1 tahun kemotherapi dengan keluhan mual muntah yang parah dan akhirnya meninggal justru setelah siklus kemotherapi selesai.

Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien baru menderita sakit seperti ini dalam 2 bulan terakhir. Terdapat riwayat merokok selama 20 tahun 1 bungkus sehari. Riwayat bekerja diperusahaan tekstil. Selama bekerja pasien mengaku jarang menggunakan masker yang disediakan oleh perusahaan karena merasa ribet dan sudah terbiasa dengan bau bahan kimia di pabrik.
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital : TD 100/80 mmHg, Nadi 120 x / mnt, Resp 28 x / mnt, Suhu 37.7 o c
Kesadaran :Compos mentis
Klien terbaring ditempat tidur dengan posisi semi fowler,, PCH (-), terpasang o2 3 liter/menit,, bentuk dada simetris terpasang , CTT di dada kiri atas ICS V , pada auskultasi VF, VR dan VBS menurun pada area hemithorax dextra, dullness mulai ICS III kebawah pada hemithorax dextra. Ronkhi (+/+) basah terutama di basal kanan. Wheezing -/-. BB sekarang 40 kg Tinggi badan 170 cm
4 Pemeriksaan Diagnostik
Thorax Photo Kesan hidropneumothorax kanan dan masa pada lobus kanan
Patologi Anatomi Analisa cairan pleura : warna merah, keruh, rivalta (+) Bahan : cairan pleura dengan kesimpulan adenokarsinoma, terdapat pada bahan albumin 2480, glucose cairan pleura 74, protein 4265, LDH 718
Pemeriksaan darah Albumin 2.1, Protein total 4.2, LDH 270, Ureum 11, GDS 102 Na 142, K 42 Cl 102
Hitung Jenis PMN 23, MCV 77, None positif, Pandi positif, Warna merah keruh
Therapi Ceftriaxon 2×1 gram IV, Ketorolac 2×1 Amp IV, Ranitidin 2×1 Amp IV,, Infuse Dextrose 1500 CC/24 jam, Bedrest, GV 1x sehari

 

Pengkajian tambahan yang perlu dilakukan adalah :

Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Data pengambilan cairan pleura dan jumlah cairan yang dikeluarkan

 

Analisa Data

 

 

NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS:

–    Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 1 bulan sebelum masuk RS

DO :

o   Respirasi 28 x/mnt cepat

o   Klien terbaring ditempat tidur dengan posisi semi fowler

o   VF, VR dan VBS menurun pada area hemithorax dextra,

o   Perkusi dullness mulai ICS III kebawah pada hemithorax dextra

o   Terpasang O2 3 liter/menit

o   Terpasang CTT di dada kiri atas ICS III kebawah pada hemithorax dextra

o   Pada foto thorax Kesan hidropneumothorax kanan dan masa pada lobus kanan

Massa pada paru

 

Adanya penumpukan cairan pada rongga pleura (efusi pleura)

 

Menekan rongga paru

 

Penurunan ekspansi paru

 

Pengembangan paru terbatas

 

Klien sesak

Pola nafas tidak efektif
2. DS :

o   Pasien mengeluh batuk-batuk, batuk tidak berdahak

o   Batuk kadang disertai darah

DO :

–          Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah terutama di basal paru kanan

Proses infeksi dan iritasi pada saluran pernapasan

 

Akumulasi secret pada airway

 

Pasien batuk

Bersihan Jalan nafas tidak efektif
3. S: -Mengeluh nyeri dada yang menjalar ke dada kanan

O: –

o   Tanda vital : Nadi : 120 x

o   Terpasang CTT di dada kiri atas ICS III kebawah pada hemithorax dextra

Intrapulmoner Metastatik

Adanya Invasi kanker ke pleura, atau dinding dada.

 

Stimulasi reseptor saraf nyeri

 

Klien mengeluh nyeri

Gangguan rasa nyaman nyeri akut

 

 

4. DS :

–          Pasien mengatakan nafsu makan menurun dan terasa mual

DO:

o    Penurunan berat badan (Berat badan turun 8 kg dalam 3 bulan )

o    Nyeri ulu hati terus-menerus dan bertambah bila beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat

 

 

 

Mual

 

Anoreksia

 

Nutrisi kurang

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5 DS :

o    Klien menyatakan belum tau persis apa penyakitnya

o    Klien merasa khawatir, putus asa dan merasa penyakitnya sangat berat karena sudah berobat sekian waktu kondisinya tidak membaik.

o    Pasien juga makin khawatir karena sehari sebelumnya pasien direncanakan menjalani kemoterapi.

o    Pasien membayangkan temannya yang menjalani hamper 1 tahun kemotherapi dengan keluhan mual muntah yang parah dan akhirnya meninggal justru setelah siklus kemotherapi selesai.

Informasi yang kurang tentang penyakit

Dan pengobatan

 

Lamanya proses pengobatan

 

Pengalaman yang tidak menyenangkan

 

Pasien cemas

Kecemasan

 

  1. Diagnosa Keperawatan
  2. Pola nafas tidak efektif
  3. Bersihan jalan nafas tidak efektif
  4. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) akut
  5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
  6. Kecemasan

 

 

 

 

 

 

 

 

  1. Intervensi Keperawatan

 

Tgl No dx TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1. Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1×24 jam di harapkan pola nafas klien efektif Kriteria hasil :

–   Klien mengungkapkan sesak berkurang/ tidak sesak.

–   Respirasi dalam batas normal.

–   Tidak menggunakan otot bantu pernafasan

 

 

 

 

 

 

1.  Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.

 

2.  Auskultasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas tambahan.

3.  Berikan pada klien posisi semi fowler.

 

 

4.  Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.

 

5.  Berikan tambahan oksigen masker atau oksigen nasal sesuai indikasi

 

6.      Monitor pemasangan CTT (Produksi cairan undulasi cairan)

1.  Untuk mengetahui frekuensi & kedalan pernafasan karena kedalamam pernafasan bervariasi

2.  Perubahan bunyi nafas menunjukan obstruksi sekunder

3.                  Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan

4.                  Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

5.                    Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi,khususnya pada adanya penurunan/gangguan ventilasi.

6.                 Mengetahui keefektifan pemasangan CTT

2. Setelah diberikan perawatan selama 2×24 pasien akan menunjukkan:

·         Menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif

·         Menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:

   Batuk efektif

   Mempunyai jalan napas yang paten

   Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih  Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal

1.      Kaji  ulang bersihan jalan nafas

 

2.      Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

 

3.      Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.

 

 

4.      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.

 

5.      Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

6.      Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.

 

1. Adanya bunti ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas 2. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .

3. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.

4. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

5. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.

 

6. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

 

,

3 Seteh di lakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam Nyeri   hilang/ berkurang

Kriteria hasil:

·         Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

·         Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

·         Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

·         Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

·         Klien nampak rileks.

·         Tanda vital dalam rentang normal

1.    Tanyakan pasien tentang nyeri, Tentukan karaktersitik nyeri

 

 

2.    Buat skala nyeri 0-10 rentang intensitasnya

 

 

3.    Observasi tanda-tanda vital

 

 

4.    Kaji  pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.

 

 

5.    Evaluasi keefektifan pemberian obat

6.    Berikan tindakan kenyamanan, menggunakan tekhnik pengurang nyeri non farmakologi, ubah posisi, dll.

7.    Berikan lingkungan tenang.

8.    Kolaborasi: Berikan analgesik rutin s/d indikasi.

1.    Membantu dalam evaluasi gejala nyeri kanker yang dapat melibatkan visera, saraf atau jaringan tulang

2.    Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri

3.    Untuk mengetahui Penurunan tekanan darah : peningkatan nadi dan pernafasan

4.    Ketidaksesuaian antara verbal dan non verbal menunjukan.derajat nyeri

5.    Memberikan obat berdasarkan aturan.

 

6. Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian..

 

7.    Penurunan stress, menghemat energy

8.    Mempertahankan kadar obat, menghindari puncak periode nyeri

4. Setelah di lakukan tindakan keperawatan sselama 2x 24 jamNutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil:

–     Berat badan bertambah dan.

–     Menunjukan perubahan pola makan.

1.    Catat ststus nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan

2.    Berikan penjelasan tentang pentingnya makanan yang adekuat dan bergizi

 

3.    Pastikan pola diet pasien yang disukai/tidak disukai

4.    Awasi pemasukan/pengeluaran dan berat badan secara periodic

5.    Dorong klien untuk makan diet TKTP

6.    Anjurkan untuk makan dalam porsi kecil tapi sering

7. Pertahankan higiene mulut

8. Kolaborasi dengan Ahli gizi dalam pemberian makanan

9.Kolaborasi dalam pemeberian obat anti mual

1.   Berguna dalam mengidentifikasi derajat kurang nutrisi dan menentukan pilihan intervensi

2.   Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan untuk menjalankan program diet sesuai atura

3.   Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.

4.   Mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

 

5.Peningkatan pemenuhan kebutuhan dan kebutuhan pertahanan tubuh

f.       Agar mual berkurang dan nutrisi terpenuhi.

7..   Akumulasi partikel makanan di mulut menambah rasa ketidaknyamanan pada mulut dan menurunkan nafsu makan

8.   Meninkatkan kemampuan asupan sesuai dengan kemampuan klien

9. Mengatasii mual.

5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam cemas pasien akan menurun, pasien mempunyai koping yang adaptif dalam menghadapi kecemasan
Kriteria hasil:

o    Pasien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

o     Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan tekhnik untuk mengontrol cemas

o    Ekspresi wajah pasien menunjukkan berkurangnya kecemasan.

 

1.      Kaji tingkat kecemasan pasien baik ringan sampai berat

2.      Berikan kenyaman dan ketentraman hati

3.      Kaji intervensi yang dapat menurunkan ansietas.

4.      Berikan aktivitas yang dapat mengurangi kecemasan

5.      Dorong percakapan untuk mengetahui perasaan dan tingkat kecemasan pasien terhadap kondisinya

6.      Identifikasi sumber / orang yang dekat dengan klien.

7.      Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan dan prognosis

8.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

1.   Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan pasien

2.   Agar klien tidak terlalu memikirkan kondisinya.

3.   Untuk mengetahui cara mana yang paling efektif untuk menurunkan/ mengurangi tingkkat kecemasan

4.   Bertujuan agar pasien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginannya

5.   Mempermudah mengetahui tingkat cemas pasien dan menentukan intervensi selanjutnya

6.   Memberikan keyakinan pada diri pasien bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah yang diaaminya

7.   Penjelasan informasi dan prosedur dapat membantu pasien memahami penyakitnya dan mengurangi kecemasan.

 

  1. Kesimpulan

Dari pembahasan jurnal dan analisa kasus diatas ditemukan kecocokan bahwa pasien yang mengalami penyakit CA Paru biasanya akan menunjukan peneumpukan cairan pada kavum pleuranya / efusi pleura yang berdampak pada masalah keperawatan yaitu gangguan pola nafas yang tidak efektif dengan keluhan sesak nafas, masalah yang lain yang sering muncul adalah pada airway pasien, biasanya mengeluh batuk-batuk. Akibat dari desakan tumor paru biasanya menimbulkan gejala sakit dan jiuga sakit ditimbulkan karena pemasangan selang WSD. Masalah yang penting juga untuk dibahas adalah mengenai perasaan pasien terhadap penyakit, efek psikologis yang muncul adalah rasa cemas dan takut terhadap penyakit dan proses pengobatan yang akan dijalani.

Intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada kasus ini mencakup 4 domain, yaitu

  1. Pengkajian berkelanjutan untuk memantau asuhan keperawatan yang telah diberikan
  2. Intervensi keperawatan mandiri
  3. Memberikan pendidikan kesehatan dan pendekatan psikologi pasien
  4. Melakukan kolaborasi dengan tim lain.

 

  1. Daftar Pustaka
  2. Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
  3. Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
  4. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
  5. Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.
  6. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta :

EGC.

  1. Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. 2006. Fundamental Keperawatan : Konsep, Praktik dan Prakti Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC

 

Tinggalkan komentar